Ilmu Seumur Hidup
Kenapa bersyukur itu
sulit?
Saat pejuang hidup di
luar sana berpeluh keringat bercucuran demi sesuap nasi, beberapa dari kita
mengeluhkan nasib saat rugi dalam bermuamalah.
Saat selembar uang dua
puluh ribu bagi kita kurang untuk makan dalam sehari, sementara ada yang
bertahan hidup hanya dengan lima ribu rupiah per hari.
Saat selembar uang
seratus ribu masih kurang untuk membeli sebatang lipstik terbaru, di luar sana
ada yang menganggap itu nominal yang sangat besar dan cukup untuk biaya makan
beberapa hari.
Saat membuka kulkas,
tersedia air dingin menyegarkan, susu, dan madu yang dapat kita teguk setiap
saat, sementara di luar sana pejuang hidup masih memikul hasil jerih payah
hingga beberapa teguk air putih saja menjadi nikmat yang begitu besar baginya.
Kita sering menengadah,
lihat orang yang "terlihat lebih" dari kita, kemudian bergumam
"enak sekali hidupnya, kenapa dia hebat sekali". Saat dirundung
masalah, kita kerap kali menyalahi diri, lalu protes dengan keadaan, merasa
keberatan oleh masalah hidup yang membebani, atau masalah yang diada-adakan
saja. Padahal, kalau kita ingat momen-momen bahagia yang pernah terjadi dan
orang sekitar yang masih perhatian terhadap kita, bukankah itu tidak sebanding
dengan masalah kecil yang kita miliki saat ini?
Sebagaimana human
nature, manusia memang takkan pernah puas meski diberi segunung emas, karena
kita selalu melihat ke atas, ke arah puncak dimana kita menganggap masih ada
emas lain yang bisa di raih.
Ilmu bersyukur adalah
ilmu yang perlu dipelajari seumur hidup, begitu pula dengan ilmu ikhlas dan
kesabaran.
Bersyukur itu sulit
untuk diimplementasikan, sementara mudah untuk diucapkan.
Alhamdulillah, telah
kita ucapkan, tapi apakah hati kita sudah tenang setelahnya?
Mengapa sulit sekali
bersyukur padahal Allah berjanji, jika kita bersyukur maka nikmatNya akan
ditambahkan pada kita.
Apa kita tidak percaya?
tidak yakin akan janjiNya?
Diri ini perlu
mensyukuri hal-hal kecil, sebelum siap menerima hal-hal besar dikemudian hari. Kenapa Allah membuat hati kita gelisah,
khawatir, dan menyesal akan sebuah problematika hidup? karena Dia ingin kita
sadar, sadar untuk bersyukur, dalam setiap keadaan.
Teguran pada diri ini
untuk selalu belajar, belajar berhenti mengeluhkan keadaan, sekecil apa pun hal
yang dihadapi sebisa mungkin jangan dikeluhkan, baik di luar mau pun dalam
hati. Lalu belajar untuk menghargai sekecil apa pun kemampuan, harta, dan
nikmat apa pun yang kita punya. Dan mohon ampunan kepadaNya, atas kekufuran
selama ini.
Tertanda, jiwa yang
gersang
31 May 2016
*tulisan dipindahkan dari blog utama ulyayuthika.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar